Nyaris Seperempat Abad
Oleh : Geti Oktaria Pulungan Kenangan itu masih menari-nari di depan mata. Binar bahagia masih terpancar dari sepasang retinaku tatkala sebuah pesan tiba. Dentuman kabar dari kakak meluluhlantakkan suka cita yang merasuki tubuhku. Pesan itu merenggutku dari cakrawala perayaan, menyadarkan sebuah fakta yang harus kuhadapi. Aku harus bangun dari mimpi indah. “Bapak sakit.” Hanya itu isi pesan yang dikirimkan tatkala aku duduk bersama siswa di taman sekolah. Seketika jantungku berdetak lebih cepat. Bapak adalah sosok yang kucintai. Satu-satunya orang tua yang kumiliki setelah ibu pergi, tepatnya dua puluh tiga tahun silam. Bapak adalah jiwa yang selalu ingin melindungiku, bahkan ketika aku yakinkan dalam keadaan baik-baik saja. Bapak juga senantiasan maju penuh daya saat aku memiliki sebuah masalah. “Bapak sakit apa?” Tanyaku gelisah. Lama terdengar upaya bapak untuk berucap. Pertanyaanku hanya dijawab dengan helaan